Seni tradisi yang berlaku dalam masyarakat akan diwariskan dari leluhurnya pada generasi penerusnya secara turun temurun. Seiring dengan perkembangan zaman yang semakin modern, seni tradisi juga ikut menyesuaikan sebagai bentuk pengeksistensiannya. Pengaruh-pengaruh dari berbagai aspek seperti budaya Barat ataupun budaya daerah lain menciptakan inovasi pada seni tradisi menjadi seni kreasi. Seni kreasi merupakan seni yang mengalami inovasi menyesuaikan kebutuhan manusia agar terlihat modern serta dapat diterima oleh masyarakat seiring perkembangan zaman.
     Perkembangan tari di Jawa Barat mengalami perubahan yang pesat setelah Indonesia merdeka pada tahun 1945. Perubahan ini terjadi pada tarian-tarian yang hidup di keraton dan di lingkunganmasyarakat. Sekitar tahun 1950-an para seniman mulai ada keberanian untuk ikut berperan memikirkan adanya pembaharuan di segala bidang seni, khususnya seni tari dengan hasil ciptaan-ciptaan tari baru yang kerap kali disebut dengan tari kreasi baru.
        Kabupaten Cirebon  sebagai daerah budaya tertentu akan terus menjadi sorotan dan penilaian dari berbagai pihak di berbagai pelosok nusantara dan dunia. Salah satu kekuatan Kabupaten Cirebon ada karya kreasi para senimannya ditopang oleh karya pemikiran kreatif para seniman dan budayawannya.
Tari Ronggeng Bugis sebelumnya kurang dikenal oleh masyarakat. Pada awal tahun 1990 setelah tari Ronggeng Bugis diajarkan di Keraton Kacirebonan oleh Bapak Handoyo (alm) dengan dukungan Pangeran Yusuf Dendabrata, maka Ronggeng Bugis mulai lebih dikenal oleh masyarakat luas yaitu di luar Keraton Kacirebonan.
        Tari Ronggeng Bugis yang telah dikembangkan oleh alm. bapak Handoyo pertama kali dipentaskan pada acara Festival Keraton Nusantara 1994, selanjutnya tari Ronggeng Bugis selalu diikutsertakan dalam acara Festival Nusantara tersebut yang dimulai pada tahun 1994 di Yogyakarta. Menurut penuturan dari bapak Dayat dan bapak Wili yang merupakan penari dari Tari Ronggeng Bugis di Sanggar Pringgadhing, Tari Ronggeng Bugis dibawakan oleh duta budaya Pramuka Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri (STAIN) Cirebon ke berbagai daerah seperti pada tanggal 22-23 september 2002 di Lampung Selatan, 23-31 Agustus 2005 di Kepulauan Seribu, tahun 2008 ke Palembang. Keikutsertaan tari Ronggeng Bugis tersebut tidak terlepas dari peran pelatih dan para penari Ronggeng Bugis di Sanggar Pringgadhing yang mengajarkan tari Ronggeng Bugis kepada mahasiwa di STAIN Cirebon.
          Kemudian Juni 2009 tari Ronggeng Bugis Sanggar Pringgadhing dipertunjukan pada festival di Jambi. Kemudian dalam acara Car Free Day Siliwangi Kota Cirebon 2014, Pembukaan Hotel Batiqa Cirebon 2015, pergelaran seni budaya tradisional di Taman Budaya Bandung Jawa Barat 2015 dan 2016, Festival Pesona Cirebon Maret 2016, Haul Bapak Handoyo Agustus 2016, Anjungan Jawa Barat di Taman Mini Indonesia Indah (TMII) 2016, April 2017 turut berpartisipasi dalam Hari Jadi ke-246 Kabupaten Gianyar Bali, dan terakhir ini tari Ronggeng Bugis Sanggar Pringgadhing juga ikut serta dalam mengisi acara dalam rangka Pemilihan Jaka Rara Kota Cirebon pada 21 Mei 2017. Eksistensi tari Ronggeng Bugis di Sanggar Pringgadhing telah ditunjukan dengan adanya pementasan-pementasan yang dilakukan sampai tahun 2019.
      Ini membuktikan bahwa tari Ronggeng Bugis di Sanggar Pringgadhing masih eksis dan telah diakui oleh masyarakat, serta adanya kerjasama antara pelaku seni di Sanggar Pringgadhing dengan Dinas Kebudayaan setempat. Seperti yang dituturkan oleh bapak Hartono selaku ketua Dinas Kebudayaan, Pariwisata, Pemuda dan Olahraga (DISBUDPARPORA) Kabupaten Cirebon mengatakan jika tari Ronggeng Bugis merupakan bagian dari kesenian tradisional yang ada di Kabupaten Cirebon yang harus dilestarikan dan dijaga keberadaannya.
          Untuk menjaga eksitensi Tari Ronggeng Bugis, Sanggar Pringgadhing melakukan pelatihan baik pelatihan di dalam sanggar maupun di luar sanggar seperti di sekolah-sekolah. Sanggar Pringgadhing melalui peran pelatih dan para penarinya mengajarkan tari Ronggeng Bugis kepada anak-anak sekolah mulai dari siswa Taman Kanak-kanak (TK) sampai siswa Sekolah Menengah Atas (SMA) yang diajarkan oleh bu ati selaku pelatih tari di Sanggar Pringgadhing kepada para siswa yang belajar menari di Sanggar Pringgadhing. Pelatihan di luar sanggar dilakukan oleh para penari Ronggeng Bugis yang mengajarkan tari Ronggeng Bugis melalui eskul tari yang ada di sekolah, diantaranya adalah SMKN 1 Kedawung, SMAN 1 Sumber, dan SMKN 1 Mundu. Para siswa diajarkan tari Ronggeng Bugis karena tari Ronggeng Bugis menjadi salah satu materi praktik yang diujikan di sekolah.
              Tari Ronggeng Bugis masih diakui eksistensinya oleh masyarakat Cirebon. jadi tari Ronggeng Bugis masih eksis atau keberadaannya diakui oleh masyarakat Cirebon karena masih sering pentas diberbagai acara sampai sat ini selain itu karena tariannya yang lucu. Kelucuan itu berasal dari aspek-aspek yang ada dalam bentuk pertunjukan yaitu dengan para pelaku atau penari lakilaki yang menarikannya dengan gerakan perempuan sehingga menimbulkan ketertarikan para penonton atau penikmat seni, kemudian dengan dukungan tata rias dan busana yang membuat karakter lucu semakin muncul, musik iringan yang sederhana namun membuat tari Ronggeng Bugis semakin menarik, tempat pertunjukan yang tidak hanya dapat dipentaskan di atas panggung namun bisa juga dijalan raya, lapangan atau Helaran, dan terakhir faktor pendukung yang penting untuk menetukan eksistensi tari Ronggeng Bugis yaitu penonton atau masyarakat yang menikmati pertunjukan tari Ronggeng Bugis yang merupakan bagian dari apresiator seni.
         Bertahannya tari Ronggeng Bugis sampai tahun 2019 ini tentu dipengaruhi oleh minat masyarakat atau penonton pada tari Ronggeng Bugis. Sanggar Pringgadhing juga ikut melestarikan dengan adanya perkembangan dalam tari Ronggeng Bugis baik itu dalam hal garak maupun kostum dan musik iringannya, kemudian Sanggar Pringgadhing juga masih mempertahankan keaslian dari tari Ronggeng Bugis dan menyebarluaskan tari Ronggeng Bugis melalui pendidikan dan budaya daerah setempat. Itulah yang membuat tari Ronggeng Bugis di Sanggar Pringgadhing sampai saat ini masih eksis dan selalu membuat penonton tertarik dan mengapresiasi tari Ronggeng Bugis.
Tari Ronggeng Bugis yang telah dikembangkan oleh alm. bapak Handoyo pertama kali dipentaskan pada acara Festival Keraton Nusantara 1994, selanjutnya tari Ronggeng Bugis selalu diikutsertakan dalam acara Festival Nusantara tersebut yang dimulai pada tahun 1994 di Yogyakarta.
       Menurut penuturan dari bapak Dayat dan bapak Wili yang merupakan penari dari Tari Ronggeng Bugis di Sanggar Pringgadhing, Tari Ronggeng Bugis dibawakan oleh duta budaya Pramuka Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri (STAIN) Cirebon ke berbagai daerah seperti pada tanggal 22-23 september 2002 di Lampung Selatan, 23-31 Agustus 2005 di Kepulauan Seribu, tahun 2008 ke Palembang. Keikutsertaan tari Ronggeng Bugis tersebut tidak terlepas dari peran pelatih dan para penari Ronggeng Bugis di Sanggar Pringgadhing yang mengajarkan tari Ronggeng Bugis kepada mahasiwa di STAIN Cirebon.

          Kemudian Juni 2009 tari Ronggeng Bugis Sanggar Pringgadhing dipertunjukan pada festival di Jambi. Kemudian dalam acara Car Free Day Siliwangi Kota Cirebon 2014, Pembukaan Hotel Batiqa Cirebon 2015, pergelaran seni budaya tradisional di Taman Budaya Bandung Jawa Barat 2015 dan 2016, Festival Pesona Cirebon Maret 2016, Haul Bapak Handoyo Agustus 2016, Anjungan Jawa Barat di Taman Mini Indonesia Indah (TMII) 2016, April 2017 turut berpartisipasi dalam Hari Jadi ke-246 Kabupaten Gianyar Bali, dan terakhir ini tari Ronggeng Bugis Sanggar Pringgadhing juga ikut serta dalam mengisi acara dalam rangka Pemilihan Jaka Rara Kota Cirebon pada 21 Mei 2017. Eksistensi tari Ronggeng Bugis di Sanggar Pringgadhing telah ditunjukan dengan adanya pementasan-pementasan yang dilakukan sampai tahun 2019.