Mungkin kita
pernah mendengar nama penari ronggeng. Ya, istilah ini sudah tak asing lagi di
telinga kita karena pernah menjadi judul film. Mulai dari yang bergenre horor,
sampai yang paling terkenal adalah Sang Penari yang diadaptasi dari novel karya
Ahmad Tohari berjudul Ronggeng Dukuh Paruk.
Karena
istilahnya yang sering diidentikkan dengan hal-hal seram, benarkah Ronggeng
memang seram adanya? Lalu, apa sebenarnya yang dimaksud ronggeng?? Biar
kita lebih mengerti tentang budaya Indonesia satu ini, yuk kita baca ulasan
berikut.
1. Tarian Khas dari Pasundan, Jawa Barat
Ronggeng adalah
salah satu jenis kesenian tari yang berasal dan berkembang di Tatar Pasundan,
Jawa Barat. Dalam pagelaran seni ini, kita bisa melihat beberapa pasangan
saling bertukar ayat-ayat puitis sambil menari diiringi musik rebab, biola,
atau pun gong.
Sejarah kesenian Ronggeng dikisahkan
berasal dari perjalanan Dewi Siti Semboja dan pengikutnya dalam pencarian
pelaku pembunuhan suaminya, Raden Anggalarang, untuk membalas dendam. Dewi Semboja
dan pengiringnya menyamar sebagai Nini Bogem yaitu penari ronggeng keliling
yang diiringi dengan tabuhan gamelan.
2. Tarian yang Berawal dari Balas Dendam
Kisah ini
ternyata bukan sekedar legenda munculnya kesenian Ronggeng, tapi ada bukti yang
memperkuat adanya perjalanan Dewi Siti. Bukti ini bisa dilihat pada temuan
arkeolog pada tahun 1977 berupa runtuhnya sebuah Candi di Kampung Sukawening,
Desa Sukajaya, Kecamatan Pamaciran, Kabupaten Ciamis.
Di sekitar candi itu banyak ditemukan
arca Nandi dan batu yang menyerupai gong kecil atau yang sering disebut kenong.
Dari batu berbentuk gong kecil inilah kemudian terciptalah kesenian Ronggeng di
Sunda yang lebih dikenal dengan Ronggeng Gunung.
3. Ronggeng, Bukan Sekedar Hiburan Masyarakat
Ronggeng gunung
sebenarnya bukan sekedar hiburan, tetapi juga pengantar upacara adat. Dalam
mitologi Sunda, Dewi Siti Semboja hampir sama dengan nyai Pohaci Sanghyang Asri
yang selalu dikaitkan dengan kegiatan bertani dan kesuburan. Karena itulah,
tari Ronggeng sering digelar saat ada upacara bercocok tanam.
Untuk membedakan
tarian Ronggeng untuk upacara dan untuk hiburan, maka pada Ronggeng untuk
upacara, ada aturan yang pakem dalam membawakannya. Sedangkan Ronggeng untuk
hiburan, tak ada aturan tertentu karena bermaksud untuk menghibur. Meski tarian
Ronggeng berasal dan berkembang di Pasundan, Jawa barat, tapi Ronggeng juga ada
di beberapa tempat. Seperti Jawa Timur, Jawa Tengah, Jakarta,Sumatera, dan
Semenanjung Malaya.
4. Kesenian yang Identik dengan Hal-hal ‘Panas’
Untuk di Jawa
Timur dan Jawa Tengah, kesenian Ronggeng bahkan diperkirakan sudah dikenal
sejak zaman kuno. Salah satu relief di bagian Karmawibhanga pada abad ke-8
Borobudur yang menggambarkan perjalanan sebuah rombongan hiburan dengan musisi
dan penari wanita adalah salah satu bukti adanya kesenian Ronggeng di daerah
ini.
Dulu, kesenian
Ronggeng dibawakan dengan begitu erotis. Mereka menari dan menarik penonton
pria dengan selendang tari. Setelah atau selama menari, para ronggeng akan
diberikan uang saweran. Gerakan yang dilakukan penari Ronggeng dengan penonton
pria pun kadang sedikit intim dan sedikit melanggar kesopanan. Karena itulah,
ronggeng terkadang digambarkan sebagai ajang pelacuran, seperti yang dikisahkan
dalam novel Ronggeng Dukuh Paruk oleh Ahmad Tohari.
Tari Ronggeng ternyata tak sepenuhnya
mempunyai kesan seram dan horor. Ronggeng memang punya kesan seksualitas,
tetapi saat ini kesenian Ronggeng mampu dibawakan dengan baik sebagai budaya
daerah di nusantara.
Tari Ronggeng
Bugis sebelumnya kurang dikenal oleh masyarakat. Pada awal tahun 1990 setelah
tari Ronggeng Bugis diajarkan di Keraton Kacirebonan oleh Bapak Handoyo (alm)
dengan dukungan Pangeran Yusuf Dendabrata, maka Ronggeng Bugis mulai lebih
dikenal oleh masyarakat luas yaitu di luar Keraton Kacirebonan.
Tari Ronggeng
Bugis yang telah dikembangkan oleh alm. bapak Handoyo pertama kali dipentaskan
pada acara Festival Keraton Nusantara 1994, selanjutnya tari Ronggeng Bugis
selalu diikutsertakan dalam acara Festival Nusantara tersebut yang dimulai pada
tahun 1994 di Yogyakarta. Menurut penuturan dari bapak Dayat dan bapak Wili
yang merupakan penari dari Tari Ronggeng Bugis di Sanggar Pringgadhing, Tari
Ronggeng Bugis dibawakan oleh duta budaya Pramuka Sekolah Tinggi Agama Islam
Negeri (STAIN) Cirebon ke berbagai daerah seperti pada tanggal 22-23 september
2002 di Lampung Selatan, 23-31 Agustus 2005 di Kepulauan Seribu, tahun 2008 ke
Palembang. Keikutsertaan tari Ronggeng Bugis tersebut tidak terlepas dari peran
pelatih dan para penari Ronggeng Bugis di Sanggar Pringgadhing yang mengajarkan
tari Ronggeng Bugis kepada mahasiwa di STAIN Cirebon.
Kemudian Juni
2009 tari Ronggeng Bugis Sanggar Pringgadhing dipertunjukan pada festival di
Jambi. Kemudian dalam acara Car Free Day Siliwangi Kota Cirebon 2014, Pembukaan
Hotel Batiqa Cirebon 2015, pergelaran seni budaya tradisional di Taman Budaya
Bandung Jawa Barat 2015 dan 2016, Festival Pesona Cirebon Maret 2016, Haul
Bapak Handoyo Agustus 2016, Anjungan Jawa Barat di Taman Mini Indonesia Indah
(TMII) 2016, April 2017 turut berpartisipasi dalam Hari Jadi ke-246 Kabupaten
Gianyar Bali, dan terakhir ini tari Ronggeng Bugis Sanggar Pringgadhing juga ikut
serta dalam mengisi acara dalam rangka Pemilihan Jaka Rara Kota Cirebon pada 21
Mei 2017. Eksistensi tari Ronggeng Bugis di Sanggar Pringgadhing telah
ditunjukan dengan adanya pementasan-pementasan yang dilakukan sampai tahun 2019.
Ini membuktikan
bahwa tari Ronggeng Bugis di Sanggar Pringgadhing masih eksis dan telah diakui
oleh masyarakat, serta adanya kerjasama antara pelaku seni di Sanggar
Pringgadhing dengan Dinas Kebudayaan setempat. Seperti yang dituturkan oleh
bapak Hartono selaku ketua Dinas Kebudayaan, Pariwisata, Pemuda dan Olahraga
(DISBUDPARPORA) Kabupaten Cirebon mengatakan jika tari Ronggeng Bugis merupakan
bagian dari kesenian tradisional yang ada di Kabupaten Cirebon yang harus
dilestarikan dan dijaga keberadaannya.
Untuk menjaga eksitensi Tari Ronggeng Bugis, Sanggar Pringgadhing
melakukan pelatihan baik pelatihan di dalam sanggar maupun di luar sanggar
seperti di sekolah-sekolah. Sanggar Pringgadhing melalui peran pelatih dan para
penarinya mengajarkan tari Ronggeng Bugis kepada anak-anak sekolah mulai dari
siswa Taman Kanak-kanak (TK) sampai siswa Sekolah Menengah Atas (SMA) yang
diajarkan oleh bu ati selaku pelatih tari di Sanggar Pringgadhing kepada para
siswa yang belajar menari di Sanggar Pringgadhing. Pelatihan di luar sanggar
dilakukan oleh para penari Ronggeng Bugis yang mengajarkan tari Ronggeng Bugis
melalui eskul tari yang ada di sekolah, diantaranya adalah SMKN 1 Kedawung,
SMAN 1 Sumber, dan SMKN 1 Mundu. Para siswa diajarkan tari Ronggeng Bugis
karena tari Ronggeng Bugis menjadi salah satu materi praktik yang diujikan di
sekolah.
Keistimewaan tari Ronggeng Bugis
yang ada di Sanggar Pringgadhing dapat dilihat dari segi pengajarannya dan
bentuk pertunjukannya. Dari segi pengajarannya tari Ronggeng Bugis di sanggar
Pringgadhing selain diajarkan disanggar juga melalui para penarinya mengajarkan
di ekstra kurikuler dibeberapa sekolah sehingga berkembang dan dikenal oleh
anak-anak sekolah. Sedang dari segi penampilan atau pementasaanya tari Ronggeng
Bugis di Sanggar Pringgadhing selalu memiliki strategi sendiri untuk menarik
perhatian peonton yang menyaksikan penampilanya. Tari Ronggeng Bugis selalu
ditampilkan dibagian penutup acara, ini bertujuan untuk mengantisipasi penonton
supaya tetap menyaksikan acara sampai selesai. Karena tari Ronggeng Bugis
merupakan tarian yang biasanya dinanti-nanti oleh penonton. Dan dari segi
kostum, tari Ronggeng Bugis di Sanggar Pringgadhing memiliki beberapa kostum
yang bertujuan untuk membuat tari Ronggeng Bugis Sanggar Pringgadhing berbeda
dengan tari Ronggeng Bugis milik sanggar lain. Yang pada akhirnya dapat menarik
minat para pelajar tari Ronggeng Bugis di Sanggar Pringgadhing.
0 Komentar