Ronggeng Bugis adalah ronggeng yang berasal dari Bugis, Sulawesi Selatan. Keberadaan Ronggeng Bugis ini berawal saat Sunan Gunung Jati pada tahun 142 Masehi menyatakan kemerdekaan negara Cirebon, yang terlepas dari kekuasaan Maharaja Pakuan Pajajaran. Tarian ini bersifat komedi karena dimainkan oleh penari laki-laki sebanyak 12 – 20 orang dengan dandanan dan gaya menari layaknya perempuan. Namun jangan salah walaupun bergaya wanita, makeup yang dipergunakan oleh penari tidak kelihatan cantik justru bisa dibilang mirip baduk yang mengundang gelak tawa. Atraksi tari dimulai dengan munculnya seorang penari yang memperagakan gerakan lucu.

Gerakan tarian yang dibawakan beritmik pelan dan gemulai. Setelah itu, muncul enam penari lain beriringan melakukan gerakan tari yang sama, berlenggang-lenggok dengan berbagai gerakan. Gerakan selanjutnya adalah gerakan yang mengandung cerita lucu. Berbagai gerakan lucu tersebut berlangsung antara sepuluh hingga lima belas menit. Kelucuan tidak terbatas pada gerakan, juga memanfaatkan hiasan yang dikenakan. Misalnya sanggul salah seorang penari copot, lalu sanggul tersebut dilemparkan ke arah pemain gamelan, dan lain sebagainya.

Asal mula tari Ronggeng Bugis, dilatar belakangi ketegangan yang terjadi antara kerajaan Cirebon dengan Kerajaan Islam. Sunan Gunung Djati sebagai Raja Cirebon saat itu menyuruh seorang kerabat kerajaan yang berasal dari Bugis untuk memata-matai atau saat itu dikenal dengan istilah telik sandi Kerajaan Pajajaran. Waditra atau pengiring musik yang dipakai pada pertunjukan tari telik sandi atau ronggeng bugis ini adalah alat musik tradisional jawa barat antara lain Kelenang, Gong kecil, Kendang, Kecil, dan Kecrek.

Tari Ronggeng Bugis sebelumnya kurang dikenal oleh masyarakat. Pada awal tahun 1990 setelah tari Ronggeng Bugis diajarkan di Keraton Kacirebonan oleh Bapak Handoyo (alm) dengan dukungan Pangeran Yusuf Dendabrata, maka Ronggeng Bugis mulai lebih dikenal oleh masyarakat luas yaitu di luar Keraton Kacirebonan. Tari Ronggeng Bugis yang telah dikembangkan oleh alm. bapak Handoyo pertama kali dipentaskan pada acara Festival Keraton Nusantara 1994, selanjutnya tari Ronggeng Bugis selalu diikutsertakan dalam acara Festival Nusantara tersebut yang dimulai pada tahun 1994 di Yogyakarta. Menurut penuturan dari bapak Dayat dan bapak Wili yang merupakan penari dari Tari Ronggeng Bugis di Sanggar Pringgadhing, Tari Ronggeng Bugis dibawakan oleh duta budaya Pramuka Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri (STAIN) Cirebon ke berbagai daerah seperti pada tanggal 22-23 september 2002 di Lampung Selatan, 23-31 Agustus 2005 di Kepulauan Seribu, tahun 2008 ke Palembang. Keikutsertaan tari Ronggeng Bugis tersebut tidak terlepas dari peran pelatih dan para penari Ronggeng Bugis di Sanggar Pringgadhing yang mengajarkan tari Ronggeng Bugis kepada mahasiwa di STAIN Cirebon.

Kemudian Juni 2009 tari Ronggeng Bugis Sanggar Pringgadhing dipertunjukan pada festival di Jambi. Kemudian dalam acara Car Free Day Siliwangi Kota Cirebon 2014, Pembukaan Hotel Batiqa Cirebon 2015, pergelaran seni budaya tradisional di Taman Budaya Bandung Jawa Barat 2015 dan 2016, Festival Pesona Cirebon Maret 2016, Haul Bapak Handoyo Agustus 2016, Anjungan Jawa Barat di Taman Mini Indonesia Indah (TMII) 2016, April 2017 turut berpartisipasi dalam Hari Jadi ke-246 Kabupaten Gianyar Bali, dan terakhir ini tari Ronggeng Bugis Sanggar Pringgadhing juga ikut serta dalam mengisi acara dalam rangka Pemilihan Jaka Rara Kota Cirebon pada 21 Mei 2017. Eksistensi tari Ronggeng Bugis di Sanggar Pringgadhing telah ditunjukan dengan adanya pementasan-pementasan yang dilakukan sampai tahun 2019.

Ini membuktikan bahwa tari Ronggeng Bugis di Sanggar Pringgadhing masih eksis dan telah diakui oleh masyarakat, serta adanya kerjasama antara pelaku seni di Sanggar Pringgadhing dengan Dinas Kebudayaan setempat. Seperti yang dituturkan oleh bapak Hartono selaku ketua Dinas Kebudayaan, Pariwisata, Pemuda dan Olahraga (DISBUDPARPORA) Kabupaten Cirebon mengatakan jika tari Ronggeng Bugis merupakan bagian dari kesenian tradisional yang ada di Kabupaten Cirebon yang harus dilestarikan dan dijaga keberadaannya.

Untuk menjaga eksitensi Tari Ronggeng Bugis, Sanggar Pringgadhing melakukan pelatihan baik pelatihan di dalam sanggar maupun di luar sanggar seperti di sekolah-sekolah. Sanggar Pringgadhing melalui peran pelatih dan para penarinya mengajarkan tari Ronggeng Bugis kepada anak-anak sekolah mulai dari siswa Taman Kanak-kanak (TK) sampai siswa Sekolah Menengah Atas (SMA) yang diajarkan oleh bu ati selaku pelatih tari di Sanggar Pringgadhing kepada para siswa yang belajar menari di Sanggar Pringgadhing. Pelatihan di luar sanggar dilakukan oleh para penari Ronggeng Bugis yang mengajarkan tari Ronggeng Bugis melalui eskul tari yang ada di sekolah, diantaranya adalah SMKN 1 Kedawung, SMAN 1 Sumber, dan SMKN 1 Mundu. Para siswa diajarkan tari Ronggeng Bugis karena tari Ronggeng Bugis menjadi salah satu materi praktik yang diujikan di sekolah.

Tari Ronggeng Bugis merupakan tari tradisi yang ada di Kabupaten Cirebon yang pertama kali diangkat menjadi sebuah tari pertunjukan oleh bapak Handoyo (alm). Tari Ronggeng Bugis temasuk tarian jenaka, yang lucu dan menghibur. Berbeda dengan tari Ronggeng lain, tari Ronggeng Bugis ditarikan oleh laki-laki dan bukan ditarikan oleh perempuan. Keberadaan tari Ronggeng Bugis sendiri sudah diakui oleh masyarakat Cirebon kota dan Cirebon barat. Sedangkan di Cirebon timur nama tari Ronggeng Bugis cukup asing dan tidak banyak orang mengetahui salah satu tari tradisi Cirebon tersebut, hal ini dikarenakan kurangnya publikasi tentang tari Ronggeng Bugis di daerah Cirebon timur.

Berdasarkan paparan tersebut, masalah penelitian ini adalah bagaimana eksistensi tari Ronggeng Bugis di Sanggar Pringgadhing Plumon Cirebon. Upaya apa saja yang dilakukan untuk menunjukan eksistensi tari Ronggeng Bugis yang ada di Sanggar Pringgadhing. Tujuan penelitian ini adalah untuk dapat mengetahui, dan mendeskripsikan bagaimana eksistensi tari Ronggeng Bugis di Sanggar Pringgadhing Plumbon Cirebon. Penelitian ini menggunakan metode penelitian deskriptif kualitatif.

Penelitian kualitatif ini menggunakan Teknik pengumpulan data melalui observasi mengenai tempat penelitian dan bentuk pertunjukan tari Ronggeng Bugis, kemudian wawancara dengan beberapa sumber yaitu ketua sanggar, dinas pariwisata dan budaya Kabupaten Cirebon, kepala sekolah, penari, pelatih, dan penonton dan dokumentasi penelitian maupun dokumentasi peneliti.

Teknik analisis data pada penelitian ini dengan mereduksi data yaitu memilih data-data yang penting atau data primer yang kemudian dianalisis sehingga dapat ditarik kesimpulannya. Hasil penelitian ini menunjukan bahwa tari Ronggeng Bugis di Sanggar Pringgadhing masih eksis dan dikenal oleh masyarakat Cirebon. dengan pembuktian adanya pementasan tari Ronggeng Bugis sampai tahun 2017 ini. Serta adanya kerjasama dengan instansi pemerintahan seperti dinas kebudayaan dan sekolah. Dengan tujuan melestarikan kebudayaan Cirebon dan sebagai sarana pendidikan.

Berdasarkan hasil dan pembahasan tersebut maka dikatakan bahwa tari Ronggeng Bugis di Sanggar Pringgadhing Plumbon Cirebon masih eksis. Semoga semua pihak terutama Sanggar Pringgadhing dan Dinas Kebudayaan Daerah setempat dapat lebih menjaga kelestarian dan eksistensi tari Ronggeng Bugis dengan mendokumentasikan secara baik dan membukukan sejarahnya serta mempublikasikan lewat media sosial dan pementasan yang lebih sering termasuk di Cirebon.