Tari Ronggeng
Bugis, selalu memiliki keunikan tersendiri dalam setiap jengkal
gerakannya. Tari Ronggeng Bugis yang memiliki fungsi sebagai gerakan tari
Telik Sandi ini, menyedot perhatian masyarakat yang hadir dalam acara pembukaan
Pameran Integrated Art Ikatan Alumni Seni Rupa ITB.
Kegiatan tersebut dilaksanakan dalam
rangka Muhibah Budaya ke Cirebon di Gedung Negara, Kota Cirebon. Jika biasanya
pembukaan dihibur dengan Tari Topeng Kelana, kali ini dihibur dengan Tari
Ronggeng Bugis yang berasal dari Sanggar Tari Pringgading.
Nama Bugis yang
dikenal sebagian masyarakat, akan mengira jika tari ini berasal dari Bugis,
Sulawesi Selatan. Namun, itu hanyalah sebuah nama tarian yang berasal dari
Cirebon, Jawa Barat.
Tarian yang di padu dengan gerakan tari
komedi ini dimainkan oleh satu atau beberapa penari laki-laki yang menggunakan
busana wanita. Busana yang digunakan adalah busana mirip badut yang memiliki
kesan lucu, sehingga tak jarang masyarakat yang melihat pun tertawa. Hal
tersebut merupakan ciri khas dari tarian Ronggeng Bugis ini.
Ikhwan salah
satu pelaku seni di Cirebon, menuturkan, nama tari ini berasal dari dua kata
yaitu Ronggeng dan Bugis. Secara umum, Ronggeng adalah penari wanita. Sedangkan
Bugis adalah nama sebuah suku di Sulawesi Selatan. Awal mulanya dinamakan
seperti itu, dikarenakan pada masa Sunan Gunung Jati, dia membuat suatu
strategi untuk memata-matai Kerajaan Pakuan Padjajaran dengan melakukan
penyamaran sebagai seorang penari ronggeng, yang dilakukan oleh pasukan Bugis
yang ada di Cirebon kala itu.
Jika melihat
sejarahnya, ujar Ikhwan, kala itu daerah Cirebon sudah terbebas dari kekuasaan
Kerajaan Maharaja Pakuan Padjajaran. Sunan Gunung Jati menyatakan kemerdekaan.
Lalu, Sunan Gunung Jati membentuk sebuah kelompok yang dinamakan Pasukan Telik
Sandi. Pasukan ini bertugas untuk melakukan kegiatan spionase di wilayah
Padjajaran untuk mengetahui deklarasi kewenangan penuh negara Islam di Cirebon.
Seperti yang
diketahui, dari penyamaran yang dilakukan oleh para pasukan yang bermacam-macam
jenisnya tersebut, akhirnya membawa kemenangan bagi misi pasukan Sunan Gunung
Jati, dari situlah cikal bakal tari Ronggeng Bugis tercipta. Gerakan yang
dilakukan dalam tarian ini menimbulkan kesan lucu, karena setiap gerakan mereka
harus selalu waspada pada saat menjalankan suatu penyamaran, takut diketahui
oleh para musuhnya. Meskipun dalam pelaksanannya lumayan sulit, karena
terkadang sifat laki-lakinya muncul pada saat menari. Pakaiannya sendiri,
terdiri dari semacam kemeja perempuan bermotif, kain batik, selendang, serta
aksesoris seperti bunga yang diletakkan di kepala.
Ronggeng Bugis
adalah satu jenis kesenian tradisional Cirebon. Merupakan seni pertunujukan
rakyat untuk menghibur penonton dengan tarian dan ekspresi penuh dengan
kejenakaan, mengundang tawa bagi yang menyaksikannya. Ronggeng Bugis dikenal
juga dengan nama Tari Telik Sandi. Secara harfiah nama kesenian ini terdiri
dari dua kata yaitu ronggeng dan bugis. Secara umum pengertian ronggeng adalah
penari wanita atau tondak primadona sebagai teman menari, misalnya pada Tari
Tayub. Di Cirebon ada juga seni pertunjukan rakyat yang penarinya adalah monyet
yang disebut dengan ronggeng kethek (ledek munyuk), tarian monyet yang jenaka
yang meniru gerak-gerik manusia. Namun yang dimaksud ronggeng dalam
Ronggeng Bugis ini adalah penari pria yang berbusana wanita. Yang dimaksud
dengan busana wanita disini pun bukanlah busana dengan tata rias yang
cantik, akan tetapi lebih mendekati kepada busana mirip badut yang mengundangtawa.
Pada wayang
Cirebon, ada sebuah wayang dengan tipe sepasukan prajurit perang yang disebut
Krodhan Bugis yang maknanya adalah sepasukan prajurit Bugis yang menakutkan
bagi musuh. Kata Bugis juga berarti makanan khas tradisional berwarna hijau,
yang terbuat dari ketan dan enten (kelapa yang diberi gula jawa) berbentuk
seperti nagasari/pipis. Makanan ini teman koci, sehingga disebut bugis koci.
Makanan ini merupakan kuliner Cirebon yang menyertai upacara-upacara adat
Cirebon atau kenduri. Pengertian bugis disini adalah nama salah satu suku
bangsa di negeri kita yang mendiami daerah Sulawesi Selatan dan sekitarnya.
Pada tahun 1482 Masehi, Sunan Gunung
Jati menyatakan kemerdekaan negara Cirebon, yang terlepas dari kekuasaan
Maharaja Pakuan Pajajaran. Pada saat itulah negara Cirebon mempunyai sepasukan
Telik Sandi (prajurit Sandi Yuda) yang melakukan kegiatan spionase di wilayah
Pajajaran untuk mengetahui reaksi dari pernyataan kedaulatan penuh Negara Islam
Cirebon. Pasukan telik sandi ini adalah pasukan yang anggo yang terdiri dari
orang-orang yang berani, bermental kuat, cerdas serta pandai menyamar. Menurut
sumber tradisi lisan, dalam perjalan waktu yang panjang, kerajaan Cirebon
dibantu oleh prajurit-prajurit Bugis, baik di era Galuh, masa Portugis, maupun
masa Kolonial.
Jalannya Pertunjukan
Apabila dilakukan pada panggung pertunjukan diawali dengan terlalu kurang lebih
selama 5 menit. Penari keluar pada penampilan pertama gerak tarinya lincah dan
dinamis, semua anggota tubuh termasuk mata, mulut dan rambut digerakan dengan
lucu dan didominasi oleh gerak mengintai dan mengawasi. Apabila telah dianggap
cukup waktunya, maka pertunjukan diakhiri dengan gerak tari berjalan. Penari
Telik Sandi biasa ditarikan oleh minimum 4 orang bahkan bisa sampai belasan
orang. Namun setiap individu penari bisa melakukan improvisasi geraksesuaidengangayamasing-masing.
Tuntunan untuk penonton
Ronggeng Bugis mempunyai pitutur sinandi terkandung suatu ajaran luhur bahwa
kita hendaknya hidup sederhana, panarima, berkarya, ulet dan waspada Ronggeng
Bugis yang dikembangkan di Cirebon, bersifat islami, memiliki kepewiraan.
Tariini bukan untuk menonjolkan identitas yang tidak jelas secara
kelamin/gender yaitu antara laki-laki dengan perempuan atau banci, akan tetapi
heroisme keperwiraan yang penuh dengan resiko namun dikemas dengan cerdas dalam
bentuk telik sandi/spionase. Menurut sebagian pendapat lisan, pasukan Telik
Sandi ini dipimpin oleh panglima wanita yang cantik, cerdas dan gagah perkasa,
yaitu Nyi Mas gandasari yang berasal dari Kerajaan aceh, murid Ki Sela Pandan,
pendiri Cirebon.
Ronggeng Bugis
sebelunya kurang dikenal oleh masyarakat. Pada awal dekade tahun 1990 setelah
Ronggeng Bugis diajarkan di Keraton Kacirebonan oleh Bapak Handoyo dengan
dukungan Pangeran Yusuf Dendabrata, maka Ronggeng Bugis mulai lebih dikenal
oleh masyarakat. Ronggeng Bugis dikembangkan terutama pada Festival Keraton
Nusantara berikutnya tarian ini juga selalu diikutsertakan I tahun 1994 di
Yogyakarta. Pada even festival keraton nusantara berikutnya tarian ini
juga selalu diikutsetakan. Tarian ini juga dibawakan oleh duta budaya Pramuka
STAIN Cirebon ke berbagai daerah seperti pada tanggal 22 – 30 September 2002 di
Lampung Selatan, 23 – 31 Agustus di Kepulauan Seribu, tahun 2008 ke Palembang
dan yang ter-up to date, tari ini dipertunujukan pada festival di Jambi,
tanggal sebelas Juni 2009 dibawah bimbingan Sanggar Kebon Kangkung dan Sanggar
Sekar Pandan. Tari ini sering dimodutifikasi, dipertunukan, ditarikan, di :
1.
kabupaten
Cirebon : Kecamatan Plumbon : Sanggar Pring Gading, Tokoh : Handoyo, Tono, dan
Yno; Kecamatan Klangenan : Desa Bojong, tokoh : Riwan; Kecamatan Gunung Jati :
Desa Buyut, tokoh : Wadi dan Senin; Kecamatan Weru: Desa Pangkalan.
2.
Kota
Cirebon : Sangar Sekar Pandan, tokoh : Elang Heri Komara Hadi, Sanggar Bagja
Mulya, Sanggar Kebon Kangkung.
3.
Sanggar
Sekar Pandan selama belasan tahun mengajarkan Ronggeng Bugis di sekolah-sekolah
dasar maupan lanjutan di Kota Cirebon.
0 Komentar